Sabtu, 10 September 2022

THE FLATFORM

Tahun 2019 lalu aku pernah menonton film di Netflix yang menceritakan tentang perjuangan seorang laki-laki yang bertahan hidup di penjara. Film ini adalah film yang berasal dari negara Spanyol berbeda dengan film garapan US film ini tidak kalah menarik untuk kita tonton dikala butuh hiburan dengan tema cerita yang sedikit nyeleneh dari kebanyakan film happy ending yang lainnya. Jujur untuk filmnya sendiri ini bukanlah film yang sangat menyenangkan tapi kita penonton disuguhkan dengan kejadian yang benar-benar mencengangkan. Bukan film ringan bahkan cenderung berat dan kita akan dibuat untuk banyak berpikir, tontonan ini hanya untuk dewasa bukan untuk semua usia. Netflix melabeli film The Platform untuk usia 18+ karena mungkin kengerian yang kurang baik jika ditonton anak-anak. 

Tiga tahun yang lalu pengalaman menikmati film The Platform tidak terlupakan, bahkan jika ada yang menyinggung tentang film ini, aku menganggap masih sangat menarik. Dengan tema yang tidak biasa tapi dapat menghadirkan semua perasaan menjadi satu, seperti senang, sedih, jiji, ngeri, marah, kesal, sakit, terharu, dan berharap, semua hadir secara bergantian.

Dari The Platform aku banyak belajar tentang kehidupan, tidak harus sama seperti yang dirasakan oleh aktornya, tapi sistem yang ada pada film sangat relevan dengan kehidupan yang saat ini kita jalani. Orang yang kedudukannya berada di atas cenderung enggan untuk melihat ke bawah atau mereka akan tetap serakah dan menikmati apa yang ada padanya, begitupun orang yang kedudukannya di bawah mereka terus berharap untuk secepatnya bisa berada di atas dan ingin menikmati semua yang bisa dinikmati. Sesempurna apapun sistemnya tapi pada saat dilapangan semua itu akan sia-sia. Orang yang berada di atas akan tetap tidak menghiraukan orang yang berada di bawah. 

Jika film The Platform menggambarkan kehidupan dengan kedudukan atas dan bawah, mungkin penyanyi Roma Irama terlebih dahulu mengatakan dalam lirik lagunya yang berbunyi "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin" begitulah sesungguhnya kehidupan. Ibarat roda yang berputar kedudukan juga sama halnya menjadi sama, kadang di atas dan kadang di bawah. Jujur karena diri ini hanya seorang pegawai yang berharap gaji setiap bulan untuk menyambung hidup, sehari rasanya menjadi kaya dan sisanya menjadi orang yang biasa saja bahkan cenderung menjadi orang yang butuh bantuan jika dirasa saldo rekening sudah limit.

Tidak apa-apa namanya juga hidup, aku selalu bergumam karena aku tidak dilahirkan dengan sendok emas atau seberuntung Raffatar yang serba berkecukupan, bukan salah orang tuaku, juga bukan salah diriku, yang menjadi tugasku adalah agar aku menjalani hidup dengan rasa syukur dan tanggung jawab terhadap diriku sendiri atau hidupku ini. Tidak perlu menjadi Sisca Kohl karena itu tidak mungkin, aku masih belajar menerima dan menjadi diriku sendiri.

Terima kasih untuk sineas yang menghadirkan film The Flatform sungguh sangat berkesan dan penuh dengan pesan, dan isu sosial, dari film ini aku jadi mengerti untuk menjalani hidup. Hiduplah dengan kemampuan yang ada dan tetap slaaaaaaaaayyyy (apa sih? maaf maaf)

Intinya coba tonton aja filmnya, mungkin tidak untuk semua orang karena selera orang itu berbeda. Seperti bisanya terima kasih untuk pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku yang random ini.