Senin, 07 November 2022

Belum Selesai

 Setelah sekian purnama aku tergerak lagi untuk menulis...

Dahlah baca aja yuk curhatan bukan mamah Dedeh ini jangan berharap solusi karena bukan mamah Dedeh dibilangin! (Lho kok ngegas??? maapin)

Saat masih bocil pernahkan liat orang dewasa menjalani hidupnya dengan sangat amat menyenangkan (kelihatannya) sampai-sampai terlintas ''duh kapan yah aku juga gitu?'' bisa punya uang banyak, bisa nyuruh dan klo yang disuruh ga mau bisa berlindung dengan perkataan ''eh klo disuruh tuh harus mau yah sama orang gede, nanti dapet pahala dari Allah'' eh sekalinya kita minta tolong dibilangnya ''ga boleh yah nyuruh-nyuruh sama orang yg lebih gedemh pamali!'' mereka bisa berbicara apapun dan pasti didengarkan, beda klo bocil sudah berkata dibilangnya ''nak kecil tau apa sih?'' (pengalaman pribadi)

Klo waktu bisa diputer lagi, aku dengan sangat meyakinkan diri untuk bilang ngapain sih mikir gitu?? buat ingin jadi orang dewasa???? halooooooo sadar bocil!!! udah jadi bocil aja mending, perkara disuruhmh gpp selama bukan disuruh buat mindahin gunung Merapi ke kutub Utara ini kan. Jujur salah satu hal yang aku sesali adalah pas waktu masih bocil aku sering dibilang seperti orang dewasa karena cara bicara yang tidak menggambarkan anak-anak yang lucu dan imut tapi lebih ke anak yang selalu merasa bukan anak-anak (ngertikan maksudnya?? lebih ke tengsin kali yah jadi bocah padahalmh gpp jadi bocah aja klo bisa pada saat itu)

Impacknya apa??? sekarang setelah melewati jauh dari masa perbocilan itu aku merasa belum siap jadi dewasa (asyik kaya lagu yah? Stop gausah nyanyi) tapi lebih ke inner child mungkin yah atau apalah aku ga tau dan tidak bisa mendiagnosis diri sendiri karena aku bukan psikolog. Aku tidak akan curhat permasalahan hidupku karena setiap orang itu pasti punya masalah dan ketika orang bercerita tentang drama hidupnya ada beberapa hal yang mungkin, yaitu butuh solusi, simpati, dukungan, atau apresiasi sekalipun validasi ntahlah...

Sat set sat set hidup cepet banget yah padahal waktunya sama aja satuan, detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun tidak ada yang berbeda dan tidak berubah tidak akan dikorupsi karena ini berjalan dengan alamiah dan dari Tuhan bukan hasil modifikasi manusia jadi pasti akurat. Yang berubah itu apa yang kita lewati saat menjalani waktu tersebut? apakah hal yang bermanfaat? atau sebaliknya, kita membuang waktu dengan percuma? (mulai rada sadar) dan lagi yang pasti berubah itu usia kita, tentu saja menjadi bertambah dan faktanya jatah waktu hidup di dunia menjadi berkurang gambarannya seperti grafik linier.

Dari semua fase kehidupan ini orang terdahulu memberikan solusi agar hidup kita punya rute yang seperti timeline dalam kehidupan. Saat awal kita dilahirkan kita hadir ke dunia dengan sambutan hangat dan jutaan do'a yang terucap dan tentu saja jangan dilupakan dengan jutaan harapan dan ekspektasi yang diberikan (sedikit kejam namun itu faktanya). Bayi-bayi yang menggemaskan selalu dibanding-bandingkan dengan bayi yang lain perkembangan dan pertumbuhannya dan menjadi kekhawatiran bagi orang tuanya bahkan pada saat dalam kandunganpun kekhawatiran itu selalu hadir. (apa yang harus kita ekpektasikan dari bayi?? harus udah bisa ngetik 10 jari dan hafal silsilah keluarga 7 turunan gitu?) mungkin tidak semuanya sama tapi garis besarnya mungkin seperti itu, dan sekarang aku berada diusia menjelang 30 tahun yang katanya sedang menghadapi quarter life crisis (klo ga tau bisa googling aja hp nya canggih kok) merasakan keraguan pada timeline hidup yang sebenarnya aku gpp sih tapi kenapa-kenapa juga (bingung ga tuh??) Siapa sih yang bilang nikah diatas 30 tahun itu telat? setelah nikah harus langsung punya anak? usia 30 punya rumah dengan kerjaan yang menjamin? belum bisa sempurna ibadah klo belum nikah? belum disebut ibu klo belum bisa punya anak? melahirkan harus normal? susunya harus ASI ga sufor? anaknya nambah lagi? anaknya masuk sekolah bagus? suaminya ga selingkuh? harus jadi istri yang setia nurut suami? rela di KDRT yang penting nurut suami (mata dicongkel aman yh bund?? oh aman yh nanti mati jg jadi syahid) ga punya hutang? bayar PBJS? bayar pajak? punya asuransi? berlangganan Netflix? whatttt whatttttt whaaaaaaaaatt????? (lama-lama mulai alig)

Itu semua hanya tipuan kehidupan, kita harus sadar timelinenya kan beda-beda. Jadi pada saat ada yang berbedapun sebaiknya kita bisa mengerti tanpa harus menghakimi, seseorang terlihat seperti tidak ingin menikah mungkin karena dia 100% menghindari perceraian karena setelah menikah kemungkinan perceraian bisa terjadi 50% (yaiyalah gimana mau cerai nikah jg ngga). Biarpun bercerai tidak harus jadi bahan gosip sekalinya tidak dianjurkan di agama tapi jika itu sudah dirasa solusi yang paling baik kenapa tidak? karena hidup ini pilihan. Pasangan yang telah menikah dan belum punya anak itu bukan hal yang aneh jangan cepat menilai bahwa usaha dan do'anya kurang karena kita tidak pernah tau usaha apa yang sudah dilakukan. Belum punya rumah mentereng gpp masih ada rumah mertua, orang tua, atau kontrakan juga masih bisa menjadi tempat berlindung paling aman pada saat cuaca sedang kurang bersahabat, bentuk badan yang kita idam-idamkan tidak akan menjamin suami tidak selingkuh sekelas Behati Prinsloo yang punya badan paras dan kehidupannya dirasa sempurnapun tidak membuat suaminya selalu setia (korban gosip Adam Levine) suamimu menerima dan mencintaimu bund dan itu sangat patut untuk disyukuri meskipun kita adalah kembaran dugong, it's okay suami senang melihat istrinya cantik tapi dia jg akan khawatir jika cantiknya bukan hanya untuknya. Anak kita yang selalu membuat kita serasa ada di wahana roller coaster dan seolah ingin seketika menghilang sekejap karena ulahnya adalah dambaan bagi pasangan yang menginginkan kehadirannya tapi sayang tidak seberuntung bunda yang dengan cepat mendapat kehadirannya. Uang yang mati-matian kita kejar dan selalu menghindar sepertinya menjadi musuh sekaligus bestie adalah sesuatu yang paling tidak kita masih bertekad untuk mencarinya sebagian dari kita mungkin jangankan uang hidup saja sudah tak ada hasrat dan gairah. tentu saja kesehatan kita juga sangat penting dan harus kita sadari, tubuh punya hak yang harus kita penuhi olahraga dan istirahatnya, juga makanan yang lebih baik ketimbang indomie dan seblak level 10. Kehadiran orang yang menyebalkan dihidup kita entah itu bos, rekan kerja, teman, mertua, ortu, sodara, tetangga, orang random adalah pelengkap dihidup kita untuk menguji level kesabaran diri. Segala hal yang membuat kita kesal, uring-uringan, unmood, badmood, sedih, marah, benci, bahagia, itu memang seharusnya ada.

Semua akan mengkerucut pada satu hastag andalan hidupku #ahsudahlah. Dan yang harus kita ingat kita tidak perlu selalu menjadi korban dari permasalahan yang ada dan mencari orang lain yang bertanggung jawab atas kehidupan kita yang kurang dirasa pas. Entah itu sistem, orang, feeling, benda kesayangan, peliharaan kesayangan, semua itu bisa membuat bahagia dan sebaliknya. mau bersyukur atau tidak kita tidak harus memaksakan kepada orang lain karena kita merasakan begitu banyaknya nikmat hidup yang Tuhan berikan. Kita masih bisa bernapas dengan paru-paru yang normal tanpa kita sadari, berkedip dengan jutaan kali dalam sehari tanpa kita pedulikan apa lagi????? apakah benar seandainya waktu bisa diputar kita akan bahagia? apa kita akan membuang waktu yang berharga kita untuk berjuang kembali dan mengulang luka yang sudah dilalui juga waktu berbahagia (jadi ga seru lagi ath yh) seandainya waktu diputar? Inilah hidup...

Jika pernah kita merasa pelajaran yang telah lalu di kelas sebelumnya menjadi lebih mudah karena kita menemukan permasalahan yang lebih sulit sekarang, mungkin hidup seperti itu. apa benar akan bahagia setelah lulus sekolah? apa benar bahagia setelah bekerja? apa benar bahagia setelah menikah? apa benar bahagia setelah memiliki anak? kita balik pertanyaannya yh, apa benar bahagia setelah hidup? (eh setelah hidup kan bukannya mati???) entahlah...

Selagi bisa, selagi masih ada waktu, dan selagi hidup aku akan menjalaninya, tidak ada pilihan lain hanya perlu menjalaninya, menolakpun waktu tetap berjalan sampai habis, tetapi menjalaninya itu memang tidak mudah dan itu tidak apa-apa, semua orang merasakan kekhawatiran, rasa takut, rasa sedih, dan bahagia, bersyukur bukan psikopat yang tanpa perasaan apapun. Dunia memang membingungkan. Tapi aku hanya perlu menjalaninya...

Terima kasih udah baca (komen yh hhehe)

Sabtu, 10 September 2022

THE FLATFORM

Tahun 2019 lalu aku pernah menonton film di Netflix yang menceritakan tentang perjuangan seorang laki-laki yang bertahan hidup di penjara. Film ini adalah film yang berasal dari negara Spanyol berbeda dengan film garapan US film ini tidak kalah menarik untuk kita tonton dikala butuh hiburan dengan tema cerita yang sedikit nyeleneh dari kebanyakan film happy ending yang lainnya. Jujur untuk filmnya sendiri ini bukanlah film yang sangat menyenangkan tapi kita penonton disuguhkan dengan kejadian yang benar-benar mencengangkan. Bukan film ringan bahkan cenderung berat dan kita akan dibuat untuk banyak berpikir, tontonan ini hanya untuk dewasa bukan untuk semua usia. Netflix melabeli film The Platform untuk usia 18+ karena mungkin kengerian yang kurang baik jika ditonton anak-anak. 

Tiga tahun yang lalu pengalaman menikmati film The Platform tidak terlupakan, bahkan jika ada yang menyinggung tentang film ini, aku menganggap masih sangat menarik. Dengan tema yang tidak biasa tapi dapat menghadirkan semua perasaan menjadi satu, seperti senang, sedih, jiji, ngeri, marah, kesal, sakit, terharu, dan berharap, semua hadir secara bergantian.

Dari The Platform aku banyak belajar tentang kehidupan, tidak harus sama seperti yang dirasakan oleh aktornya, tapi sistem yang ada pada film sangat relevan dengan kehidupan yang saat ini kita jalani. Orang yang kedudukannya berada di atas cenderung enggan untuk melihat ke bawah atau mereka akan tetap serakah dan menikmati apa yang ada padanya, begitupun orang yang kedudukannya di bawah mereka terus berharap untuk secepatnya bisa berada di atas dan ingin menikmati semua yang bisa dinikmati. Sesempurna apapun sistemnya tapi pada saat dilapangan semua itu akan sia-sia. Orang yang berada di atas akan tetap tidak menghiraukan orang yang berada di bawah. 

Jika film The Platform menggambarkan kehidupan dengan kedudukan atas dan bawah, mungkin penyanyi Roma Irama terlebih dahulu mengatakan dalam lirik lagunya yang berbunyi "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin" begitulah sesungguhnya kehidupan. Ibarat roda yang berputar kedudukan juga sama halnya menjadi sama, kadang di atas dan kadang di bawah. Jujur karena diri ini hanya seorang pegawai yang berharap gaji setiap bulan untuk menyambung hidup, sehari rasanya menjadi kaya dan sisanya menjadi orang yang biasa saja bahkan cenderung menjadi orang yang butuh bantuan jika dirasa saldo rekening sudah limit.

Tidak apa-apa namanya juga hidup, aku selalu bergumam karena aku tidak dilahirkan dengan sendok emas atau seberuntung Raffatar yang serba berkecukupan, bukan salah orang tuaku, juga bukan salah diriku, yang menjadi tugasku adalah agar aku menjalani hidup dengan rasa syukur dan tanggung jawab terhadap diriku sendiri atau hidupku ini. Tidak perlu menjadi Sisca Kohl karena itu tidak mungkin, aku masih belajar menerima dan menjadi diriku sendiri.

Terima kasih untuk sineas yang menghadirkan film The Flatform sungguh sangat berkesan dan penuh dengan pesan, dan isu sosial, dari film ini aku jadi mengerti untuk menjalani hidup. Hiduplah dengan kemampuan yang ada dan tetap slaaaaaaaaayyyy (apa sih? maaf maaf)

Intinya coba tonton aja filmnya, mungkin tidak untuk semua orang karena selera orang itu berbeda. Seperti bisanya terima kasih untuk pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisanku yang random ini.